Sabtu, 03 Februari 2018

Beri Kami Uang; Pendatang Hujan!


Yang terlihat pada secangkirku, beberapa sore silam;


Senja memekat oleh garis sore
Siluet tipis mengambang pada jalan kerikil
Lalu lalang, lalu hilang terbawa senja

Siluet lenyap, pergi membawa perih
Berharap tanah basah, membungkam asap jahanam
Tapi tidak!
Petrikor mengudara pun,
Tak kunjung dijumpa(!)

Beri kami uang, pendatang hujan
Mampukah?
Untuk kau, yang mengira uanglah segalanya

Bukan sebagai penggila uang, kami merajuk, membujuk
Hanya meminta hak bernafas, tanpa racun mematikan, sudah.








Mak, Maut atau Jodoh??


Mak, entah bagaimana aku menggambarkannya, tapi hari ini hatiku sedang merasa sedikit tidak nyaman, bagaimana bisa, ya? Padahal, semua hal berjalan baik hari ini. Apakah ini bentuk rindu kepada kampung halaman? 


Tapi disana sepertinya tidak ada yang merindukanku, muahahahah. Aku sempat ketakutan ketika suatu saat kelak aku harus pulang dan menemui kehampaan yang tidak pernah aku rasakan selama aku berada di luar zona nyaman.

Mak, sifat apa yang kau turunkan padaku? Aku tidak pernah nyaman berlama-lama berdiam diri, aku lebih nyaman berada di lingkungan yang sama sekali asing bagiku. Menurutku, hidup diluar jangkauan kalian adalah hidup yang ternyaman bagiku. Wkkwk

Tidak ada larangan dan aturan yang mengekangku, tidak ada tatapan menyelidik, dan pertanyaan bertubi-tubi yang pasti akan di utarakan seorang emak dan kakak padaku, tidak ada pekerjaan yang harus aku lakukan dibawah perintah kalian. 

Apakah aku terlalu bebas, Mak?

Dan, Mak, aku sedang pusing memikirkan suatu hal, siapa yang akan mengunjungiku lebih dahulu?

Maut?

Atau,

Jodoh?

Minggu, 28 Januari 2018

Perpustakaan Nasional RI


Ada yang pernah mengunjungi atau tinggal di wilayah DKI Jakarta, tapi belum pernah singgah ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia?
Kurang afdol yaaa rasanya...

Nah, bagi yang mau berkunjung, atau yang sudah merencanakan agenda untuk kesana, semoga tulisan ini bermanfaat ya.

Kali ini saya akan berbagi cerita sewaktu  mengunjungi Perpusnas pada hari sabtu kemarin. Ini pertama kalinya saya kesini, setelah sebelumnya mencari info dari beberapa teman, akhirnya sampailah saya disana, tepat jam 10 pagi, sampai lupa kalau saya belum sarapan, saking senengnya ada teman yang mau diajak ke perpustakaan! Haha



Iya, hampir satu bulan di Jakarta saya belum juga menemukan teman yang sama-sama menyukai dunia perbukuan. Hingga pada akhirnya tanggal 12 Januari kemarin saya mengikuti acara Maiyahan di Plaza Taman Ismail Marzuki, dan; Hup!! Dapat kenalan makhluk cantik yang punya banyak koleksi buku. Pertemuan selanjutnya, di perpustakaan Nasional ini.

Dari luar, terkesan biasa saja, tapi sekali buka pintu utama Perpustakaan Nasional, decak kagum keluar dari mulut saya (Gak usah dibayangin ekspresinya; memalukan sekali), mata saya menangkap rak buku yang tingginya 3 atau 4 lantai perpustakaan (saya lupa), isinya buku-buku “jadoel”. 



Kesan pertama sepertinya saya akan betah seharian disini. Kesan kedua, sepertinya saya satu-satunya manusia yang tak henti berdecak kagum, muehehe. Baru kali ini mendapati perpustakaan se-menarik dan se-nyaman ini.

Karena saya belum memiliki kartu keanggotaan Perpusatakaan Nasional, saya langsung minta di antar menuju ke tempat pendaftaran. Berada di lantai 2, disana terdapat puluhan komputer, ada yang berfungsi untuk melakukan pendaftaran online, sebagian lagi berfungsi sebagai pencarian bahan bacaan yang bisa diakses online.

Pertama saya melakukan pendaftaran dengan mengisi data pribadi dan mencetak struk yang sudah tersedia di samping setiap komputer, yang berfungsi sebagai nomor antrian untuk pencetakan kartu keanggotaan perpustakaan nasional. Hari ini, saya mendapat nomor urut ke 123, dari kuota harian 400 pendaftar, sepagi ini! Wah...

Sembari mengantri, saya menjelajah ke lantai tiga, mengamati buku-buku yang tertata di rak yang tingginya tiga atau empat lantai, dan sepertinya hanya difungsikan sebagai interior pemanis ruangan, tidak untuk di perpinjamkan, beberapa buku yang saya lihat, tahun penerbitannya dibawah tahun 2000. Sepertinya menarik, tapi belum sempat saya menarik salah satu bukunya, teman saya mengajak untuk turun ke ruang pendaftaran mengingat nomor antian sudah semakin dekat.


Selesai mencetak kartu keanggotaan, kami menuju ke tempat pencarian buku, karena perpustakaan nasional ini ada 24 lantai, jadi untuk memudahkan mencari buku, disediakan pencarian buku secara online yang didalamnya di lengkapi dengan lokasi keberadaan referensi yang kita cari.

Untuk memudahkan pengunjung, disini juga disediakan pilihan untuk jenis bahan yang akan dicari, mulai dari jenis monogrof, film, bahan kartografis, rekaman video, musik, bahan campuran, rekaman suara, bentuk mikro, manuskrip, terbitan berkala, braille, bahan grafis, bentuk mikro berkala, sumber elektronik berkala, bahan ephemeral, dan lainnya, saya lupa, hehe.

Setelah mencetak struk pencarian, kami menuju lantai 22 dimana buku yang kami cari ada disana, namun sayangnya, setelah sampai lantai 22, ternyata sedang ada pembenahan untuk buku-buku yang ada disana, jadi kami melanjutkan hingga lantai 24 dan turun satu persatu, hingga akhirnya terjelajah semua ruangan, termasuk toilet, musholanya yang sangat nyaman dan bersih.

Pukul 13.25 saudara teman saya ada yang menyusul kami ke perpustakaan, dia juga baru pertama kalinya mengunjungi perpustakaan nasional ini, niatnya hendak membuat kartu keanggotaan, tapi kuota sudah penuh, jadi saran saya kepada pembaca yang akan membuat kartu keanggotaan perpus nasional demi kenyamanan dan kemudahan mengakses bahan-bahan yang dibutuhkan, mending berangkat lebih awal. Sebelum kuota terpenuhi.

Ah, iya. Perpustakaan Nasional juga mudah diakses bagi anda yang menggunakan busway, karena letaknya berseberangan dengan halte busway balaikota. Jika anda suka memandang dari ketinggian, sambil menikmati bacaan, dari lantai 24 perpustakaan anda bisa melihat monas dan sekitarnya. 

Menyenangkan bukan?

Jadi, kapan kesini bareng saya? Muehehehh.